Skizofrenia paranoid adalah salah satu tipe skizofrenia di mana penderitanya mengalami delusi bahwa orang lain sedang bersekongkol melawan dirinya atau anggota keluarganya. Paranoid juga merupakan jenis skizofrenia dengan jumlah kasus kejadian paling banyak.
Kebanyakan penderita skizofrenia paranoid mengalami halusinasi suara, di mana mereka mendengar suara-suara yang tidak nyata. Umumnya, mereka juga mengalami delusi bahwa diri mereka lebih hebat, lebih kuat, serta punya pengaruh besar daripada kenyataannya.
Penderita skizofrenia paranoid akan menghabiskan banyak waktunya untuk memikirkan cara melindungi diri dari musuh-musuh khayalan mereka. Dengan penanganan yang benar serta dukungan dari orang terdekat, biasanya pengidap kondisi ini punya kemungkinan sembuh yang besar.
Gejala Skizofrenia Paranoid
Gejala adalah sesuatu yang dirasakan dan diceritakan oleh penderita. Gejala-gejala utama yang dirasakan oleh penderita skizofrenia paranoid adalah:- Halusinasi suara.
- Merasa cemas, curiga, berhati-hati, dan suka menyendiri.
- Gangguan persepsi.
- Merasa dirinya lebih hebat dari kenyataan (delusi kebesaran).
- Delusi paranoid yang rutin dan stabil.
- Mengalami perasaan cemburu tidak realistis (delusi cemburu).
- Suasana hati yang tidak stabil (tapi gejalanya disini lebih ringan dibanding pada skizofrenia jenis lain).
- Terobsesi dengan kematian, sekarat, atau kekerasan.
- Merasa terperangkap atau putus asa.
- Mengucapkan salam perpisahan yang tidak biasa.
- Mendata orang-orang terdekat untuk membagikan barang-barang pribadi.
- Meningkatnya konsumsi minuman keras atau obat-obatan.
- Berubahnya pola tidur dan makan.
Penyebab dan Faktor Risiko Skizofrenia Paranoid
Sampai saat ini belum ditemukan penyebab pasti dari skizofrenia paranoid. Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa kebanyakan jenis skizofrenia disebabkan oleh disfungsi otak.
Dua faktor yang menyebabkan disfungsi otak tersebut adalah faktor keturunan dan lingkungan. Sedangkan pemicu utama munculnya skizofrenia sendiri adalah stres dan trauma.
Selain faktor keturunan, ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang berisiko terkena skizofrenia paranoid, yaitu:
- Penyalahgunaan obat-obatan.
- Infeksi virus dan malnutrisi, yang terjadi pada janin.
- Usia saat mengandung. Orang tua yang mengandung ketika sudah berusia lanjut punya risiko lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan skizofrenia.
- Stres pada usia muda, bisa menjadi faktor pendukung munculnya skizofrenia.
- Kekerasan atau trauma saat masih anak-anak.
Diagnosis Skizofrenia Paranoid
Diagnosis merupakan langkah dokter untuk mengidentifikasi penyakit atau kondisi yang menjelaskan gejala dan tanda-tanda yang dialami oleh pasien. Untuk mendiagnosis skizofrenia paranoid, dokter akan menjalankan beberapa pemeriksaan seperti:- Pemeriksaan fisik dan tes darah (terutama untuk membuktikan adanya gangguan tiroid, kadar alkohol, dan obat-obatan).
- Tes pencitraan, termasuk MRI dan CT scan untuk memeriksa apakah terdapat luka di otak atau ketidaknormalan pada struktur otak.
- Uji EEG (elektroensefalografi), untuk menguji fungsi otak penderita.
- Evaluasi psikologis. Psikiater akan bertanya pada penderita tentang pikiran, perasaan, serta perilaku penderita.
- Pengambilan sampel neuron dari hidung penderita. Molekul mikro RNA yang ada di dalam neuron akan diuji di laboratorium.
Pengobatan dan Komplikasi Skizofrenia Paranoid
Penderita membutuhkan penanganan rutin dan terus menerus, sebab skizofrenia paranoid merupakan penyakit mental kronis. Beberapa jenis penanganan untuk penderita skizofrenia paranoid adalah:- Pemberian obat-obatan. Jenis yang diberikan umumnya adalah obat antipsikotik atipikal, antipsikotik tipikal, antidepresan, anti cemas, atau penstabil mood.
- Perawatan di Rumah Sakit Jiwa. Jika gejala semakin parah, maka penderita harus ditangani di Rumah Sakit Jiwa agar kebutuhan nutrisi serta istirahat bisa dipantau dan dipenuhi.
- Terapi elektrokonvulsif (ECT). Penanganan ini digunakan bagi penderita yang mengalami gejala depresi parah dan penderita yang punya risiko tinggi bunuh diri.
- Pelatihan keterampilan dan bersosialisasi. Penderita akan dilatih untuk hidup higienis, mengonsumsi makanan bernutrisi, dan memiliki komunikasi yang lebih baik.
- Depresi.
- Masalah kebersihan.
- Penyalahgunaan zat.
- Malnutrisi.
- Dorongan pikiran dan perilaku bunuh diri.
- Penyakit yang disebabkan merokok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar